Penyebab Malaria
1.1 Jenis Plasmodium (morfologi, sifat, patologi)
Plasmodium vivax :
Hospes perantara : manusia
Hospes definitif : nyamuk anopheles betina
Nama penyakit : malaria vivax / malaria tersiana
Mengalami fase hipnozoit/ fase tidur / istirahat
Jumlah merozoit 10ribu, skizon hati 45 mikron, merozoit pada eritrosit 12-18
Daur praeritrosit 8 hari, daur eritrosit 48jam
Berada pada eritrosit retikulosit dan normosit
Terjadi pembesaran eritrosit, titik Schuffner, pigmen kuning tengguli (fase skizon matang)
Patologi :
Masa tunas intrinsik 12-17 hari (beberapa strain sampai 6-9 bulan)
Demam tidak teratur pada 2-4 hari kemudian intermiten dengan perbedaan pada pagi dan sore, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.
Plasmodium malariae
Nama penyakit: malaria kuartana karena serangan demam berulang pada hari keempat
Daur praeritrosit 10-15 hari, daur eritrosit 72 jam
Tidak mengalami fase hipnozoit dan pembesaran eritrosit
Jumlah merozoit 15 ribu, ukuran skizon hati 55 mikron, jumlah merozit eritrosit 8
Berada pada eritrosit normosit
Titik eritrosit(ziemann), pigmen tengguli hitam
Patologi :
Masa inkubasi 18 hari kadang sampai 30-40 hari
Serangan demam lebih teratur terutama pada sore hari
Dapat menyebabkan kelainan ginjal krna P. Malariae besifat menahun dan progresif dengan prognosis buruk
Plamodium ovale
Nama penyakit : malaria ovale
Mengalami fase hipnozoit, pembesaran eritrosit
Daur praeritrosit 9 hari, daur eritrosit 50 jam
Jumlah merozoit hati 15 ribu, jumlah merozoit eritrosit 8-10, skizon hati 70 mikron
Berada pada eritrosit retikulosit dan normosit muda
Titik eritrosit (schuffner), pigmen tengguli tua
Patologi :
Serangannya sama dengan malaria vivax tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan jarang mengalami relaps
Tetap ada dalam darah
Mudah ditekan oleh spesies lain yg lebih virulen dan baru tampak setelah spesies tersebut lenyap
1.2 Siklus hidup Plasmodium
TIU II mengetahui dan Memahami tentang Vektor Malaria
2.1 Macam-macam vektor malaria
Di Indonesia ditemukan 16 spesies nyamuk Anophelini yang berperan sebagai vektor malaria, yang berbeda tiap daerah bergantung pada faktor penyebaran geografik, suhu dan tempat perindukkan
Spesies-spesies nyamuk anophelini yang berperan sebagai vektor malaria :
- A. sundaicus - A. aconitus - A. subpictus - A. barbirostris
- A.balanbacensis - A. letifer - A. farauti - A. punctulatus
- A. koliensis - A. ludlowi - A. flavirostris - A. karwari
- A.maculatus - A. bancrofti - A.barbumbrosus - A. minmus
2.2 Morfologi
Morfologi nyamuk anophelini berbeda dari nyamuk culicini.
Telur anophelini diletakkan satu persatu di atas permukaan air sehingga seperti membentuk perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung pada lateral
Larva anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, spirakel pada posterior abdomen, tergel plate pada tengah sebelah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma pada lateral abdomen.
Pupa anophelini mempunyai tabung pernafasan berbentuk seperti trompet yang lebar dan pendek , digunakan untuk mengambil oksigen dari udara
Nyamuk dewasa pada jantan memiliki ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form) pada betina ruasnya mengecil. Sayap bagian pinggir (kosta dan vena I ) ditumbuhi sisik-sisik sayap berkelompok membentuk belang hitam puith, ujung sayap membentuk lengkung. Bagian posterior abdomennya melancip
2.3 Daur hidup vektor malaria
Nyamuk anophelini mengalami metamorfosis sempurna
Telur ke larva mengalami pengelupasan kulit/eksoskelet 4 kali) lalu pupa dan menjadi nyamuk dewasa
Waktu pertumbuhan 2 sampai 5 minggu tergantung pada spesies, makanan yang tersedia, dan suhu udara.
(Sutanto, Inge.at.all. 2008. “Parasitologi Kedokteran”. Jakarta : FKUI )
2.4 Epidemiologi vektor malaria
Penyebaran
Penyebaran Vektor Malaria di Indonesia
Tempat/Pulau dan Vektor Malaria
Jawa and Bali : A. aconitus, A. sundaicus, A. subpictus, A. balabacensis.
Sumatera : sundaicus, A. hyrcanus group, A. maculatus, A. letifer, A. aconitus.*
Kalimantan: A. balabacencts, A.barbumbrosus, A. hyrcanus group, A. letifer, A.sundaicus.
Sulawesi : A. barbirostris, A. sundaicus, A. subpictus, A. ludlowi, A. hyrcanus group, A.flavirostris, A. Minmus, A. nigerimus*.
Nusa Tenggara : A. subpictus, A. sundaicus, A. barbirostris, A. aconitus*
Irian Jaya/Maluku : A. farauti, A. holiensis, A. punctulatus, A. bancrofti, A. karwari.
* dicurigai sebagai vektor
( jurnal artikel Cermin Dunia Kedokteran “ Status Malaria di Indonesia” Cyrus H. Simanjuntak, P.R. Arbani )
Pencegahan/ preventif
A. Berbasis masyarakat
1. Pola perilaku hidup bersih (PHBS) meliputi :
Menghilangkan genangan air kotor
Mengalirkan air
Mengeringkan barang atau wadah yang mungkin sebegai tempat air tergenang
2. Mengobati penderita sedini mungkin
3. Melakukan penyemprotan
B. Berbasis pribadi
1. Pengobatan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik
Pencegahan promotif
A. Berbasis masyarakat
1. Meningkatkan penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk, PSN)
B. Berbasis pribadi
1. Pencegahan gigitan nyamuk :
1) Tidak keluar rumah antara senja sampai malam hari
2) Bila terpaksa keluar, sebaiknya mengenakan kemeja atau baju dan celana panjang berwarna terang
3) Menggunakan repelen
4) Membuat konstruksi rumah tahan nyamuk (memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan jendela)
5) Menggunakan kelambu
6) Menyemprot kamar dengan obat nyamuk
2. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil :
Profilaksis dengan klorokuin 5mg/ kgBB/ minggu dan proguanil 3mg/ kgBB/ minggu diberikan pada bulan keempat kehamilan (untuk daerah yang resisten terhadap klorokuin)
( Widoyono. 2008. “ Penyakit Tropis Edpidemiologi, Penularan , Pencegahn dan Pemberantasannya”. Jakarta : Erlangga )
TIU III Mengetahui dan Memahami tentang Malaria
3.1 Definisi
Malaria adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah
3.2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang menginfeksi eritrosit manusia da mengalami perkembangan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Sementara perkembangbiakan secara seksual terjadi di tubuh anopheles betina
3.3 Patogenesis
Patogenesis malaria palsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit (intensitas transmisi, densitas paarasit, dan virulensi parasit) dan faktor host(tingkat endemisitas, daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi.
( W, Aru Sudoyo . 2009. “ Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam “ . Jakarta : FKUI )
3.4 manifestasi klinik
* merozoit baru dalam eritrosit dalam jumlah besar (daur eritrosit) mengakibatkan gejala klinik : mengigil dan demam
* parasit menghancurkan eritrosit mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik
* pigmen malaria menyebabkan perubahan warna pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan sumsum tulang
* aktivasi mekanisme pertahanan fagositis oleh pejamu menyebabkan hiperplasia sistem fagosit mononukleus di seluruh tubuh , splenomegali
( Robbins. 2007. “ Buku Ajar Patologi” . Jakarta : EGC )
3.5 pemeriksaan
spesimen darah tebal(menemukan parasit malaria) dan tipis (identifikasi jenis plasmodium)
tes antigen : P-F test
serologi: memakai teknik indirect flourescent antibody test untuk mendeteksi adanya antibodi malaria
PCR
Diagnosis banding
Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi klinisnya :
Malaria serebral diagnosa bandingnya harus dapat dibedakan dengan meningitis(radang membran otak), esenfalitis(radang otak), tifoid esenfalopati, tripanososmiasis
Malaria dengan ikterus(perubahan warna kulit/ sclera/lapisan bola mata luar mata) diagnosis bandingnya demam tifoid dengan hepatitis, abses hati, kolestritis, dan leptospira
3.6 Prognosis
¤ Terjadi mortalitas hanya pada malaria berat, makin banyak komplikasi, makin besar peningkatan mortalitas
¤ Bergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis memperkecil mortalitas
¤ Bergantung pada kegagalan fungsi organ
¤ Kepadatan parasit semakin padat semakin buruk
( W, Aru Sudoyo . 2009. “ Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam “ . Jakarta : FKUI )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar