Senin, 03 Mei 2010

Benarkah Tangis Bayi Pengaruhi Kesehatan Otak



Tangisan menjadi cara bayi berkomunikasi untuk mengekspresikan rasa tidak nyaman seperti ketika popoknya basah, lapar, mengantuk, lelah, takut, atau sakit.

Tangisan dipandang sebagai suatu hal yang wajar pada bayi, yang biasanya disertai gerakan menarik-narik kaki ke atas, kepala bergoyang, wajah kemerahan, ada pula yang disertai kentut atau flatus.

Namun, waspadai tangisan bayi yang terlalu lama. Kondisi seperti ini berpengaruh buruk terhadap perkembangan otak. Dr Penelope Leach berpendapat, bayi yang terlalu lama menangis tanpa respons akan sulit mengembangkan kemampuan belajar saat tumbuh besar.

Dia menyatakan, jangka waktu menangis yang lama dapat merusak otak. Menurut Dr Leach, terus menangis menyebabkan peningkatan produksi 'hormon stres' yaitu kortisol. Semakin panjang periode bayi menangis, semakin banyak kortisol yang merusak fungsi pengendali di otak bayi.

"Bukan berarti bahwa bayi tidak boleh menangis, Menangis bukan tidak baik, tetapi jangan membiarkan tangisan tidak mendapat respons," ujar penulis buku 'Your Baby And Child: From Birth To Age Five' tersebut.

Komentar Dr Leah yang dimuat dalam The Independent bertentangan dengan pendapat sejumlah pakar dan studi lain. Pakar anak dan penulis 'Queen of Routine' Ford Gina menyarankan, agar membiarkan bayi baru lahir menangis hingga 20 menit. Ini untuk membentuk pola tidur mereka.

Studi dan Murdoch Children's Research Institute Australia membagi dua 225 anak usia enam tahun saat masih bayi. Satu kelompok dengan periode tangisan yang dikendalikan dan satu kelompok dibiarkan terus menangis. Studi menyimpulkan, kedua kelompok bayi yang menangis tidak mempengaruhi perkembangan emosi dan perilaku mereka saat kanak-kanak.

Penelitian yang sama menemukan bahwa 50 persen orangtua yang memiliki masalah dengan pola tidur anak mereka mengalami masalah perkawinan. Apapun hasil penelitian itu, sebaiknya berikan respons segera saat bayi menangis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar